(Di) Gerakkan

11 01 2008

Ketika manusia mendapatkan sebuah informasi secara tiba-tiba maka secara sepihak sikap yang sedang diusung dapat berubah dengan sendirinya. Sikap keras ataupun lembut merupakan penjabaran dari hasil olahan otak yang sudah pasti dijadikan patokan tertingginya. Sering kita tahu, seorang siswa akan berkata “apa ?” dengan mata yang lebih besar dari biasanya apabila sang guru berkata “hari ini kita ujian…”. Atau anda pasti juga pernah mendengar respon seorang pekerja yang dipecat dari kursi empuknya. Kaku bagaikan kedinginan atau meronta layaknya orang yang dikekang merupakan salah satu sikap sang penerima keputusan.

Fenomena menerima atau tidak dari sebuah kebijakan yang telah dibuat merupakan fitrah manusia dan yang pasti ialah hak yang tidak bisa dihentikan oleh siapapun. Tetapi, sebijak apakah kita dapat menerima suatu kenyataan yang pasti juga berkaitan dengan individu lain. Sifat sabar yang selalu kita agung-agungkan mungkin akan dengan mudahnya runtuh tak berbekas apabila kita langsung berhadapan dengan hal-hal yang sekiranya meraungkan hati kita. Dan “dasar manusia”, mencari kolega atau skondan yang bernasib sama seakan telah menjadi kewajiban. Dengan alasan itulah akhirnya mereka dapat membentuk suatu komunitas yang ter-maginal-kan oleh sebuah kebijakan.

Banyak bukti yang dapat dikumpulkan guna menguatkan pandangan ini. Seperti organisasi yang terbentuk akibat “sikap sakit hati” segelintir punggawanya atau corong pemikiran yang selalu menganggap negatif segala ucapan yang dikeluarkan oleh lawan ideologinya. Teringat akan seorang Muhammad SAW yang tetap menghormati pamannya walaupun mereka berdua sangat keras dalam menerapkan paham pemikirannya. Atau keputusan Ahmad Dahlan yang dalam sekejap diserang oleh pengikutnya karena mempersilahkan seorang Sosialis Sema’un untuk berpidato dalam suatu acara yang diadakan oleh Muhammadiyah. Tetapi, apa yang dilakukan oleh pendiri organisasi ini ? Dia hanya berujar bahwa kebaikkan itu bisa kita dapatkan dari siapa saja dan dimana saja. Bagaimana dengan kita ? Terkadang suatu kesimpulan dapat dengan mudah kita ambil dari banyaknya ucapan yang dilontarkan. Terbawa suasana atau wacana adalah hal yang dapat membuat kita tidak akan pernah berpikir secara obyektif sehingga ide pun semakin lemah dan terjadilah proses pembunuhan karakter yang berakibat dengan banyaknya ucapan maupun perbuatan yang dilakukan tanpa kesadaran dan tidak pernah berdiri diatas kemauan.

Pergerakan organisasi yang mengatasnamakan Islam dalam visinya, dapat membuat kita takjub dan berbesar hati. Dengan segala perangkat dan sistem yang digunakan, sekiranya kita dapat berbangga diri pada saat ini. Sekali lagi tetapi, apakah dengan banyaknya aksi yang dilakukan selama ini, dapat mempercepat proses pencapaian visi yang selalu didengungkan? Atau jangan-jangan, itulah yang diinginkan oleh lawan ideologi kita sehingga akan semakin jauhlah jarak titik pencapaian dari hadapan kita.

Afra Mirdal Adya
Making a difference (090406)


Aksi

Information

Tinggalkan komentar